16/07/08

Homoseksual : Kelainan atau Gaya Hidup?

Homoseksual atau penyuka sesama jenis sudah tidak asing lagi di masyarakat modern ini. Dan bahkan fenomena ini sekarang sudah tampak nyata dan kasat mata bermunculan di tempat-tempat umum. Sangat berbeda dengan bertahun-tahun silam dimana para penyuka sesama jenis hanya berani tampil di tempat-tempat tertentu yang diperuntukkan khusus bagi kalangan mereka. Namun kehadiran kaum homoseks hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Sebagian menganggap homoseksualitas sebagai kelainan sedangkan ada yang menganggap sebagai tren atau gaya hidup.

Psikolog dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Dra Hastaning Sakti, Psikolog, M Kes mengatakan, terdapat dua istilah terhadap orang yang mempunyai kecenderungan seperti ini. “Lesbian dan gay menjadi istilah yang terkenal di lingkungan masyarakat,” ucap dosen Program Studi Psikologi Undip ini.

Hastaning mengatakan, lesbian merupakan istilah yang menggambarkan seorang perempuan yang secara emosi dan fisik tertarik dengan sesama perempuan. Sedangkan gay, merupakan suatu istilah yang menggambarkan laki-laki ataupun perempuan yang secara fisik ataupun emosi tertarik pada orang yang berjenis kelamin sama.

“Untuk istilah gay ini, biasanya ditujukan untuk kaum laki-laki,” tegas staf pengajar program S2 Biomedik Dokter Spesialis FK Undip.

Dia menambahkan, pertemanan menuju perbuatan dan permainan seksual sebetulnya merupakan hal yang wajar pada usia remaja. Kematangan seksual tidak selalu sejajar dengan pertambahan usia. Ada faktor hormonal yang berbicara pada masalah ini. Feromon seseorang bisa saja mempengaruhi seseorang berperilaku seksual sebagai lesbi maupun gay. Kondisi hormon ini tidak bisa dilihat secara kasat mata. Hanya kaum mereka yang tahu dan bisa merasakannya. “Lesbian dan gay ini terjadi karena ada hormon yang mempengaruhi yaitu feromon, dan mereka tahu ciri khusus mana seseorang lesbi atau gay, entah itu terlihat dari jalannya, bibirnya, atau yang lainnya,” ungkap jebolan Universitas Gajah Mada ini.

Ada yang berpendapat bahwa homoseksualitas adalah suatu pilihan hidup yang dibuat- buat sementara sebagian kalangan menganggap salah satu penyebab seseorang menjadi gay atau lesbi karena masalah psikis. “Faktor lingkungan mempengaruhi seseorang untuk menjadi gaya tau lesbi,” ucap Hastaning yang sering melakukan penelitian di beberapa tempat.

Hastaning mengatakan bahwa biasanya wanita yang menjadi lesbi karena trauma pada pria karena pernah disiksa atau disakiti. Tapi dia menekankan, kaum gay dan lesbi ini tidak memikirkan secara rasional apa yang terjadi pada mereka. Yang mereka inginkan hanya memuaskan diri saja. “Kaum lesbi atau gay hanya memuaskan nafsu seksual mereka saja,” ucap psikolog yang sering menjadi dosen berprestasi ini.

Pernyataan yang sama dilontarkan konselor dari Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Clara Moningka, S Psi, M si. Dia mengatakan, banyak peneliti dan psikolog yang berpendapat bahwa lingkungan (konstruksi sosial) sangat mempengaruhi perkembangan seorang anak, termasuk pembentukan atau pemilihan orientasi seksualnya. Misalnya bagaimana cara orangtua mengasuh anak, hubu-ngan antarkeluarga, lingkungan pergaulan/pertemanan.

Bisa saja seseorang menjadi homoseksual karena keluarga yang tidak harmonis, misalnya figur bapak sebagai laki-laki yang kejam, membuat seseorang bisa menjadi lesbi; karena merasa secure dengan figur perempuan dan trauma terhadap laki-laki, dan masih banyak lagi kemungkinan.

Namun anggapan-anggapan ini masih perlu dipertanyakan kembali. Karena ada banyak bukti anak-anak dari keluarga yang harmonis dan bahagia yang tumbuh secara normal tanpa trauma-trauma seksualitas ternyata juga menjadi penyuka sesama jenis.

“Faktor coba-coba melakukan hubungan dengan sesama jenis, penasaran, mendapatkan attachment dari si sesama jenis dan merasa nyaman dengannya. Atau bisa saja karena interaksi berbagai faktor yaitu faktor lingkungan (sosiokultural), biologis, dan faktor pribadi/personal (psikologis). Jadi banyak faktor penyebab, dan harus ditelaah dulu lebih lanjut, apa yang menyebabkan individu tersebut menjadi homoseksual,” ucapnya.

Clara mengatakan, ada beberapa pendapat dalam menanggapi suatu masalah. Dalam bidang kesehatan (kedokteran), apalagi para ahli yang meneliti mengenai genetika, bisa saja homoseksualitas dihubungkan dengan kelainan hormonal atau ketidakseimbangan jumlah hormon.

Seorang perempuan dengan jumlah hormon androgen adrenal yang terlalu banyak atau berlebihan (yang diproduksi selama berada dalam kandungan), cenderung menjadi kelaki-lakian atau tomboi. Sebaliknya pada laki-laki yang memiliki jumlah hormon perempuan, cenderung berperilaku feminin.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com
...